RENUNGAN HARI MINGGU PALMA , TAHUN B
Bacaan : Mrk 11: 1-10
Bacaan 1 : Yes. 50 : 4-7
Bacaan 2 : Flp 2 : 6-11
Injil : Mrk 14 : 1 – 15 : 47
Kita sudah sampai pada minggu yang sangat penting – Minggu Suci. Minggu Suci bermula dengan memperingati Yesus memasuki kota Yerusalem pada hari minggu Palma dan kemudian berpuncak pada kemulian Yesus apabila Dia bangkit pada minggu Paska.
Yesus tidak memasuki kota Yerusalem dengan menunggang kuda perang sebagaimana biasanya dilakukan seorang raja dunia. Ia masuk dengan menunggang seekor keledai untuk memperlihatkan bahawa Dia adalah seorang pemimpin yang rendah hati. Tuhan Yesus tidak memegahkan diri, sekalipun dia Putera Allah, kerana Ia memberi contoh kepada kita, bahawa menjadi seorang pemimpin atau seorang yang diberi tugas atau kuasa tertentu berarti harus tampil sederhana dan harus rela menjadi hamba bagi semua orang. Itulah spiritualitas dalam kepimpinan Katolik. Menjadi seorang pemimpin berarti menjadi hamba bagi sekalian orang yang dilayani.
Selain memberi memberi teladan kepimpinan sejati, dengan sikap itu Tuhan Yesus sudah tahu penderitaan dan siksaan yang akan menimpa diriNya di kota itu pada hari terakhir di Minggu yang sama. Diantara mereka yang yang melambaikan daun-daun palma untuk menghormatiNya dan mereka yang menyerukan, “Hosana Putera Daud, hosana di tempat tinggi”, barangkali ada yang nanti kerana desakan para pemimpin berbalik menghardik Yesus pada hari Jumat Agung, “Buanglah Dia, salibkan Dia!”.
Terlihat sekali betapa manusia begitu mudah berubah fikiran atau tidak memiliki penderian dalam hal beriman. Amat disayangkan bahawa tidak banyak perubahan selama 2000 tahun yang telah lewat. Kita selalu berubah-ubah ketika harus memilih antara Kristus atau barang-barang dunia ini. Dengan menyedari penderian kita yang kurang teguh atau kerap tidak jelas semacam ini, maka kita seharusnya malu setiap kali merayakan Minggu Palma.
Dengan mengenangkan peristiwa Tuhan Yesus memasuki kota Yerusalem dan disambutt meriah dengan daun-daun palma ditangan, kita sekalian sekali lagi diminta untuk memurnihkan motivasi kita dalam beriman, bahawa kita harus sungguh-sungguh menyambutNya sebagai Raja Kehidupan, Tuhan dan Pengantara kita yang telah menyelamatkan kita dari kebinasaan dosa. Bukan dengan setengah hati, atau bahkan kemudian berbalik seperti khalayak ramai yang berteriak tanpa malu, “Buangkan Dia, salibkan Dia”. Mari kita berpenderian dalam beriman, sekali dibaptis menjadi Katolik, maka harus hidup sebagai orang Katolik yang ber-Tuhan, bukan hanya sekadar beragama.
Suasana meriah Minggu Palma seakan lenyap/hilang ketika kita mendengar kisah sengsara dan wafat Yesus Kristus sebagaimana dibacakan dalam pasion. Namun bila kita masih punya hati, kita sepantasnya merunung betapa mulia pengorbanan Tuhan Yesus bagi keselamatan hidup kita. Kisah sengsara dan wafatNya di kayu salib adalah kisah kasih yang tak terperikan ( terkatakan ) bagi dunia. SalibNya adalah salib kasih untuk keselamatan kita.
Kita tahu bahawa sesungguhnya kita tidak pantas untuk menerima cinta Allah yang sekian besar itu. Ketika kita memandang salib dan melihat tangan dan kaki Putera Allah terpaku pada salib, yang perlahan-lahan mengalirkan darah dari lambungNya untuk kita, masih adakah yang dapat kita perbuat selain menundukkan kepala dengan penuh rasa malu? Sekalipun kita tidak mengejek dan menghina Dia secara terang-terangan seperti yang dilakukan orang-orang Farisi dan para musuhNya, namun kita telah melakukan secara tidak langsung lewat ketidakpedulian kita, lewat dosa kita yang melawan Allah dan sesama.
Pada hari minggu Palma ini, kita mempunyai daun-daun palma yang diberkati, kita membawanya pulang dan diletakkan di atas pintu atau di tempat-tempat yang mudah dilihat. Daun palma tersebut sentiasa memperingatkan kita bahawa kasih dan kesetian kita kepada Kristus tidak akan layu
Pekan Suci yang sudah kita masuki ini akan sungguh-sungguh menjadi satu Minggu yang kudus dan menjadi satu titik awal dalam hidup kita apabila kita menyesali masa lampau kita, dengan bertobat dan mulai menyerahkan diri kita kepada Allah yang penuh kasih. Melalui hidup, penderitaan, kematian dan kebangkitanTuhan Yesus Kristus, kita sekalian telah diangkat menjadi waris Surgawi. Oleh kerana itu, baiklah kita hidup sesuai janji baptis kita, menjadi Putera-puteri Allah yang terkasih demi memperoleh tanah air Surgawi itu. Tuhan Yesus tidak pernah meninggalkan kita. Ia tetap menyertai kita dalam segala situasi hidup kita. Berimanlah dengan teguh! AMEN.
Kat. Linus Tokuzip
20th. March 2024