Renungan Minggu Musim Palma: Kasih dan Pengorbanan Yesus
Hari ini, kita memasuki Minggu Musim Palma, memperingati saat Yesus memasuki Yerusalem dengan penuh kemuliaan, dielu-elukan oleh orang banyak. Namun, di balik sorak-sorai itu, tersembunyi jalan salib yang harus Dia tempuh. Bacaan dari Injil Lukas (22:14–23:56) mengingatkan kita akan kasih-Nya yang tak terbatas dan pengorbanan-Nya yang sempurna bagi kita.
Yesus tahu apa yang akan terjadi. Dalam Perjamuan Terakhir, Dia berkata, “Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita” (Lukas 22:15). Di meja itu, Dia memberikan diri-Nya sepenuhnya— roti sebagai lambang tubuh-Nya yang diserahkan, dan anggur sebagai lambang darah-Nya yang ditumpahkan bagi pengampunan dosa. Ini adalah perjanjian baru, di mana kasih Allah dinyatakan melalui pengorbanan Anak-Nya yang tunggal.
Namun, di tengah momen suci itu, kegelapan mulai merayap. Yudas mengkhianati-Nya, Petrus menyangkal-Nya, dan murid-murid yang lain berselisih tentang siapa yang terbesar. Yesus mengajarkan bahwa kebesaran sejati terletak pada kerendahan hati dan pelayanan: “Yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda, dan pemimpin sebagai pelayan” (Lukas 22:26). Bahkan di saat-saat terakhir, Dia mengingatkan mereka untuk berjaga-jaga dan berdoa, agar tidak jatuh dalam pencobaan.
Di Taman Getsemani, Yesus bergumul dalam doa yang penuh kesedihan. Peluh-Nya seperti titik-titik darah, tanda beban dosa manusia yang sedang Dia pikul. Namun, dengan kerendahan hati, Dia berserah: “Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Inilah teladan ketaatan mutlak kepada Bapa, sekalipun harus menderita.
Dia ditangkap, diadili dengan tidak adil, diolok-olok, dan disalibkan. Di atas kayu salib, Dia tetap mengasihi: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34). Seorang penjahat di samping-Nya pun dijanjikan Firdaus karena imannya yang sederhana. Ketika Yesus menyerahkan nyawa-Nya, tabir Bait Suci terbelah—menandakan bahwa jalan kepada Allah kini terbuka bagi semua orang.
Minggu Musim Palma mengajak kita merenung: Bagaimana kita menyambut Yesus dalam hidup kita? Apakah kita seperti orang banyak yang bersorak-sorai, tetapi kemudian meninggalkan-Nya saat jalan menjadi sulit? Atau seperti Petrus, yang menangis dalam penyesalan dan akhirnya bangkit dalam iman?
Marilah kita menghampiri salib dengan hati yang hancur dan penuh syukur, mengingat kasih-Nya yang tak bersyarat. Di tengah penderitaan kita sendiri, mari belajar berserah seperti Yesus, percaya bahwa rencana Allah selalu yang terbaik.
Dan seperti penjahat yang bertobat, mari kita berpegang pada janji-Nya: “Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Lukas 23:43).
Semoga perjalanan kita memasuki minggu Suci ini membawa kita lebih dekat kepada-Nya, siap memikul salib kita dengan iman, dan bersukacita dalam kemenangan-Nya atas maut. Selamat merayakan Minggu Musim Palma— masih ada harapan di balik setiap salib, karena kasih Allah lebih besar dari segalanya.
*Kat. Edward Manjakon